Posts

Seberapa Luka yang Bisa Ku Terima

Jangankan dirumahmu, dirumahku saja sama sepinya. Jika kasarnya ibu dan bapakku seorang penuntut, mereka pasti akan secara terang-terangan meminta seorang penghuni baru pada anak-anaknya. Apalagi pada abangku, yang notabene sudah dapat dikatakan mampu untuk menjalin ikatan pernikahan. Ah tapi aku tahu, pun aku bukan ingin mencibirmu. Usia kita sama. Sama-sama sedang menjalani peranan sebagai manusia berkepala dua. Namun sayangnya, usia hanya soal angka. Yang terlihat darimu adalah beribu-ribu persembunyian luka. Namun kumohon, opinimu jangan terlalu dibawa asa. Aku baru memulainya, jangan membuat aku goyah dengan apa yang saat ini aku terima. Sebab aku ingin tahu, seberapa luka yang bisa ku terima dan menjalaninya persis seperti yang telah kau jalani sebelumnya. Sebelum akhirnya kau memilih memutarkan paradigma untuk kembali merangkai semua seperti semula. Jadi kumohon, semangati saja orang-orang yang tengah berani mengambil langkah.

Rindu Kepulangan

Sabtu pukul dini hari saat bus melaju dan saat teman disebelahku pulas menikmati perjalanan lewat tidurnya, aku hanya tertegun. Mataku menembus pandang pada jendela yang gordengnya sengaja dikibakkan. Kosong. Jasadku hendak kemana, begitupun pikirku berpendar kemana-kemana. Ini awalnya, saat bersiap mengemas barang sekenanya untuk pergi, aku dikirimi pesan singkat dari lelaki yang amat mencintaiku. Bapak, yaa lelaki itu Bapak. Begini bunyinya " Kata Ibumu, akankah pulang sabtu ini? "  k urang lebih begitu isi pesannya. Aku membalasnya tanpa pamit hendak akan kemana. Aku hanya beralasan yang ujungnya takku terima balasan sepanjang perjalanan. Sebab itu aku kalut, sabtu dini hari itu ialah saat rasa sedang digoyahkan. Kilasan bayang-bayang menyeruak menjadi layar yang memunculkan nalar seolah menyuarakan jikalau aku rindu. Rindu pada kepulangan.

Kemarin

Selamat malam jiwa-jiwa yang lelah.. Walau begitu, semoga sukurmu selalu menjamah-Nya. Malam ini keringatku bercucuran, persis kali terakhir aku jatuh sakit 3-4 tahun lalu, seperti itu. Disini gerah, udaranya panas, bising, dan belum sekalipun terjamah air hujan kala hampir dua minggu aku menetap. Aku rindu pada selimut yang tak sekalipun ku tinggali kala disana, rindu pada bantal yang akhirnya ku ikhlaskan terdiam, dan rindu melihat pagi yang memantulkan cahaya berduyun-duyun masuk jendela. Begitupun rindu pada kedua manusia paruh baya yang ada di dalamnya. Ya.. Ibu dan Bapa Kemarin aku mencuri waktu, pun jua mencuri tempat. Aku melankolis dan berujung tangis. Aku histeris dalam kamar mandi yang riuh karna air yang sengaja di nyalakan. Ada sakit yang mencabik, pun ada tanya yang membungkam. Aku heran tak kepalang, musabab apa aku semelodrama itu. Ku cabik-cabik rasa, sekalipun tak berujung reda. Ya.. Kali ini baru ku tahu...

Semoga Waktu

Hari ini dan kemarin aku disibukan dengan perpindahan. Ya.. Pindah, Menyisakan hanya Ibu Bapak pada hari-hari menjelang masa tuanya dikedua rumah mereka. Pilu. Kemarin aku bersorak-sorak meneriaki waktu, menantangnya jikalau aku takkan pernah pilu pada jarak, pada jeda, dan sekaligus padanya --waktu. Sehari-dua hari ku taksir akan kalap. Ah jangan. Doakan tak akan sekalipun yak, kawan. Semoga. Kemarin pun aku menentang jarak, sebab aku benci pada sesuatu yang telah nyaman namun akhirnya menimbulkan pilu mendalam. Pun aku benci sesuatu yang membuat tertahan, sebab amat menyisakan ngilu saat perpisahan. Ya.. Musabab itu aku selalu mencoba menghindar dari keadaan. Musabab itu, aku menolak asing dan kembali diasingkan. Namun, sekuat apapun hati menolak, ada tuntutan yang harus disegerakan, entah untuk aku, orang lain, bahkan kamu. Ya.. semoga waktu berbaik hati untuk segera menyembuhkan. Bukan hanya aku, pun jua kamu yang sedang berjuang tapi terhalang keadaan dari orang-or...

Apa Tak Akan Pernah Lagi?

Apa tak akan pernah lagi diadegankan temu? Kemarin-kemarin mengeluh rindu, tapi masing-masingnya cuma modal gerutu Apa tak akan pernah lagi memadukan canda? Dulu amat suka bersama, kini melihat saja responnya biasa Apa tak akan pernah lagi merayakan suka? Berbangga-bangga soal cita rasa, padahal tak ada yang benar-benar bisa Apa tak akan pernah lagi mengadu luka? Biar sama-sama menanggung duka, dan kembali menyumpah serapahnya hingga tertawa Ah.. Apa tak akan pernah lagi kembali? Sedang hati amat iri pada situasi yang masih orang lain jalani Ah .. Apa tak akan pernah lagi?

Merdeka!

Image
Sengaja jam-jam segini aku masih eksis untuk menulis, karna aku tak bisa berpura-pura tidak tahu untuk tanggal ini. Ya.. Tepat 17 Agustus 2019 ini adalah moment ke-74 Indonesia bebas dari penjajah. Doaku sebagai netizen tanpa kontribusi besar, Semoga Indonesia bukan hanya yang "katanya" dalam hal baik, begitupula semoga hanya "katanya" dari hal yang berkonotasi tidak baik. Serta untuk generasi yang menolak panggilan sebagai " Generasi Micin " ku sarankan, tak perlulah terlalu dirisaukan, bangsa ini hanya perlu pembuktian cinta yang hendak kau berikan. Pun untuk manusia-manusia yang dalam teritorial hidupnya tidak merasa merdeka dari gundah, galau, sampai baper, ku sarankan, tak perlu menjadi manusia yang terlalu terbawa asa. Indonesia hanya ingin dicukupkan dari manusia yang perkasa dalam berkarya. Jadi, mari langitkan doa-doa dan nyanyikan Indonesia lagu merdeka. Sekali merdeka tetap merdeka!🎶 ** Merdeka!      Merd...

Selamat Hari Raya Idul Adha

Selamat Hari Raya Idul Adha, bagi yang menjalankan. Dan juga selamat berkurban. Ku harap Idul Adha kali ini dimaknai dengan benar keberadaannya. Yang ku maksud agar kurban yang sebenar-benarnya, yaitu kurban hewan, terserah mau apa sapi, kambing, kerbau atau teman-temannya yang lain asal jangan kurban perasaan. Sakit.