Posts

Pulang

Aku lupa jalan pulang. Lupa kapan terakhir kali mencium tangan kedua manusia paruh baya itu. Setiap libur kerabatku bertanya "akankah pulang?" Untuk jawab yang kesekian, kurasa, lontaran tidak masih saja kugumamkan. Kerabat lainnya bertanya diminggu berbeda, "kapan bersua?" "Aish" jawabku sekedar dumalan membosankan. Bukan tak diagendakan tentang temu, atau bukan tak lagi merasakan rindu. Aku hanya tengah berpacu dengan ego, delusi, dan juga beban moril yang belum bisa ku tanggung sepenuhnya

Wangi Malam Minggu

  Aku memberdayakan delusiku Kutuntun sengaja pada jiwa hausku Untuk kembali membawa harum wewangian malam minggumu   Kau manis Senyummu menampik tak sengaja dalam jiwa Hingga sewaktu-waktu aku lupa, senyummu terpajang apik dalam bingkai jendela   Kau manis Basa-basimu terekam tak tahu bagaimana Sampai sewaktu-waktu luka, aku spontan lupa caranya kembali nelangsa  

Mimpi

Image
Perihal yang telah menjadi dan termasuk ke dalam diri,  bukan tanpa peluh, bukan tanpa keluh, bahkan bukan tanpa sesak sesekali. Tentang cinta yang katanya punya konsekuensi, tak terkecuali pun dengan mimpi. Realisasinya sulit dieja, beberapa prosesnya kadang susah diterka. Satu hal membuat melambung, satu lainnya membuat murung. Maka, jika tekad tak begitu kuat, menyerah akan gampang mendekat. Jika serah tak lagi banyak, pasrah akan membuat tercekat. Namun, pada jiwa yang mulai lelah menggapainya. Istirahatlah! Tak perlu mencari alasan lebih untuk bertahan dari biasanya. Istirahatlah! Beri jeda pada hati yang ingin menyerah. Istirahatlah! Lalu tanyakan kembali langkahmu sejauh ini untuk apa. Istirahatlah! Lelahmu harus dikikis secepatnya. Istirahatlah! Sampai esok kau temui kembali matahari, kembalikanlah tekadmu seperti awalnya. Sebab mimpi tak akan pernah terealisasi bagi manusia yang kembali menutup diri. Jakarta Barat, 10 Oktober 2020

Sebatas Dengar Tak Mampu Menyekat Pandang

Image
  Baru selang seminggu kudapati kata-katamu yang tak sempat ku dengar penuh. Cernaanku tentang apa-apa yang berujung kubaca via pesan whatsapp , lambat laun menarik gundah. Rasa-rasanya kita perlu jeda. Namun, pada perkara penyampaian yang ku anggap guyon, kamu amat bisa mengembangkan rasa tidak nyaman. Padahal wujudmu sama sekali tak mengikuti. Pikirku berpendar kemana-mana, mengagungkan jawab yang berujung sia-sia. Semakin diterka, semakin mati asa yang ada. Dibiasakan untuk pura-pura lupa, bersalah malah makin membuncah. Barang kali kemarin itu aku dibenarkan oleh situasi, maka tanpa dosa menggeleng dengan iya. Yang tak habis pikir, paradigmamu selalu kutuntun pada dia yang dituju. Namun kali ini ku tahu, sebatas dengar tak mampu menyekat pandang. Memang, kita tak bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa, tapi pengharapan yang amat sangat, semoga dirimu menemukan dia yang sama-sama tertambat.

Menyarahlah!

Saat alasan kau eja dengan iya, terikat kita tak akan lagi ada.   Menyerahlah! Jangan lagi mencoba.  Berpuralah baik saja! Tak perlu lagi banyak tanya. Ambil alih tempatku dengan paksa.  Cepat! Gantikan dengan yang lebih betah. Lalu, tutup rapat-rapat tanpa perlu sisa. Hingga akhirnya kita berangsur mereda, melupa, dan kembali menjadi biasa saja. 

Aku Ingin Pulang

  Aku ingin pulang,  Mengendus wangi aroma tubuhmu yang bingar Bersemayamlah dalam mimpi ! Seorang anak gadis tengah balas dendam dalam tidur Aku ingin pulang,  Mengembalikan remuk redam yang mulai menyerang Bilamana kau temui aku dipelupuk mata Jangan tanya mengapa ! Lantas aku akan sesenggukan Aku ingin pulang,  Melihat keluguan samar-samar dibayangan Dekaplah aku kepangkuan !  Tak perlu banyak kata, mulailah perdengarkan irama Aku ingin pulang,  Mendengar kisah yang tak bisa dilibatkan Teruslah berkisah !  Nina bobokan aku dalam setumpuk bait per baitnya Aku ingin pulang,  Menatap lamat-lamat sampai lepas yang terikat Aku ingin pulang,  Menumbuhkan seribu benih yang salah satunya telah dimatikan Aku ingin pulang,  Mengisi kembali api yang tak sengaja dipadamkan

Halu

 Ada yang menggebu dibatas halu Dihantarkannya rasa dengan dicumbu cemburu Yang kalah tetap aku Yang membinasakan adalah waktu Lamat-lamat bersarang lama tak tentu Kamu bukan lagi jelmaan yang menjeda Saat ini membatas adalah ciptamu Tak lagi kenal pulang apalagi bersarang Diyana malah melupa Dilupa malah kembali menjelma Bukan sekelumit yang dipunya Balik arah adalah akhirnya Bilang iya, tegaskan tidak!  Tak boleh lagi A jika sekejap mata Bukan lagi jangan dengan siksa Tapi pasti yang dinanti tak perlu lagi drama