Bunga Layu dalam Jeratan

Berpendar suasana mengerikan pada sebingkai foto itu, lagi, lagi, dan lagi. Waktunya sesaat sebelum mata terpejam untuk tidur. Dikatakan trauma, tapi bukan. Saya bukan orang dekat yang ditinggal, sepertinya terlalu berlebihan klaim itu. Disebut takut, iya, tapi tidak sepenuhnya sebatas takut. Jangan berlebihan duhai diri!
Segala sesuatu berlebihan selalu tidak baik, termasuk pada pemaknaan.

Dalam sebingkai foto itu ditampilkannya suasana tidak mengenakkan, sang bunga layu didalam jeratan. Getahnya kering dipaksa habis. Direnggut detik, dilenyapkan hari dan hari. Pada jeratnya digambarkan sunyi dan pesakitan yang terkungkung. Sinyalnya tak sekalipun kami tangkap. Satu kali. Dua kali. Tiga Kali. Empat kali. Muak!
Hanya sorot mata tajam dan keluhan yang terdengar. Bunga layu terasing dari peradabannya. Bunga sebatang kara dan tanpa duplikat. Bunga kesepian! 

Tuhan bisakah munajat kami tersampaikan utuh? Kami hanya abdi yang simpati pada bunga layu itu. Jikapun kalam-Mu tanpa lapang, biarlah munajatnya, biarlah empatinya, biarlah mengepul pada langit-Mu tanpa cela. Selebihnya terutama saya, biarlah pulas tanpa bayang-bayangnya.

Comments

Popular posts from this blog

Ayah.

Pertalian

Untuk Diri serta Duplikatnya