Posts

Sebatas Dengar Tak Mampu Menyekat Pandang

Image
  Baru selang seminggu kudapati kata-katamu yang tak sempat ku dengar penuh. Cernaanku tentang apa-apa yang berujung kubaca via pesan whatsapp , lambat laun menarik gundah. Rasa-rasanya kita perlu jeda. Namun, pada perkara penyampaian yang ku anggap guyon, kamu amat bisa mengembangkan rasa tidak nyaman. Padahal wujudmu sama sekali tak mengikuti. Pikirku berpendar kemana-mana, mengagungkan jawab yang berujung sia-sia. Semakin diterka, semakin mati asa yang ada. Dibiasakan untuk pura-pura lupa, bersalah malah makin membuncah. Barang kali kemarin itu aku dibenarkan oleh situasi, maka tanpa dosa menggeleng dengan iya. Yang tak habis pikir, paradigmamu selalu kutuntun pada dia yang dituju. Namun kali ini ku tahu, sebatas dengar tak mampu menyekat pandang. Memang, kita tak bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa, tapi pengharapan yang amat sangat, semoga dirimu menemukan dia yang sama-sama tertambat.

Menyarahlah!

Saat alasan kau eja dengan iya, terikat kita tak akan lagi ada.   Menyerahlah! Jangan lagi mencoba.  Berpuralah baik saja! Tak perlu lagi banyak tanya. Ambil alih tempatku dengan paksa.  Cepat! Gantikan dengan yang lebih betah. Lalu, tutup rapat-rapat tanpa perlu sisa. Hingga akhirnya kita berangsur mereda, melupa, dan kembali menjadi biasa saja. 

Aku Ingin Pulang

  Aku ingin pulang,  Mengendus wangi aroma tubuhmu yang bingar Bersemayamlah dalam mimpi ! Seorang anak gadis tengah balas dendam dalam tidur Aku ingin pulang,  Mengembalikan remuk redam yang mulai menyerang Bilamana kau temui aku dipelupuk mata Jangan tanya mengapa ! Lantas aku akan sesenggukan Aku ingin pulang,  Melihat keluguan samar-samar dibayangan Dekaplah aku kepangkuan !  Tak perlu banyak kata, mulailah perdengarkan irama Aku ingin pulang,  Mendengar kisah yang tak bisa dilibatkan Teruslah berkisah !  Nina bobokan aku dalam setumpuk bait per baitnya Aku ingin pulang,  Menatap lamat-lamat sampai lepas yang terikat Aku ingin pulang,  Menumbuhkan seribu benih yang salah satunya telah dimatikan Aku ingin pulang,  Mengisi kembali api yang tak sengaja dipadamkan

Halu

 Ada yang menggebu dibatas halu Dihantarkannya rasa dengan dicumbu cemburu Yang kalah tetap aku Yang membinasakan adalah waktu Lamat-lamat bersarang lama tak tentu Kamu bukan lagi jelmaan yang menjeda Saat ini membatas adalah ciptamu Tak lagi kenal pulang apalagi bersarang Diyana malah melupa Dilupa malah kembali menjelma Bukan sekelumit yang dipunya Balik arah adalah akhirnya Bilang iya, tegaskan tidak!  Tak boleh lagi A jika sekejap mata Bukan lagi jangan dengan siksa Tapi pasti yang dinanti tak perlu lagi drama

Ceritakan Padaku!

Dipanggilah Ia oleh seorang Bapak, “Nak” katanya. Lelaki yang kamu sebut Bapak lama mencerna, mendelik-delik mata tengah menjabarkan kata. Beliau terlampau bingung menjabarkan kenyataan pada anak gadisnya. Gadis lucu sekaligus lugu pada masanya. Padahal gadis itu telah menjelma sebagai manusia kepala dua, namun Bapak tak serta merta membuatnya iba.   “ada apa?” tanyamu seketika. Bapak masih saja mengap-mengap, tak kunjung diterima apa-apa yang pas untuk buka suara. Lantas kamu ikut diam menerka-nerka. Ada apa? Ada apa? Katamu mengulang tanya tanpa suara. Lama waktu berlalu, Bapak menepi jarak pada kursimu. Tangan besarnya kini mengusap-usap rambutmu, lembut dengan kasih sayangnya yang penuh. Lalu perlahan Bapak berkata , “Nak, apa-apa yang tidak lagi bisa kau ceritakan pada Ibu, ceritakanlah padaku!”

Delusi Waktu

Image
Setelah tertambat mengapa diukir luka dengan teramat? ……. Teramat bosan dengan kata yang diulang seperti lagi-lagi, namun ternyata cara kerjanya memang begitu. Lagi-lagi manusia hanya perlu mengasihani diri, perihal yang dirasa, soal yang dimau, tentang apa-apa yang tak lagi bisa menunggu. Mengasihani diri dengan cara menanyakan hati, apa yang benar-benar tengah ditunggu atau malah sekedar menjadi delusi sekelumit waktu. Mengerti diri dengan bertanya pada cerminan hati, mengapa tak lepas apa-apa yang kau bilang ikhlas. Tak perlulah berpura-pura tak ada yang dirasa, duhai diri. Jika makin tercabik, berontaklah! Tak apa sehari ini kau lelah dengan isak tangis. Tak apa siang ini sendumu mengais-ngais. Tak apa. Dan pada diri yang sedang ditemani tangis, tanyakan ini. “mengapa setelah tertambat lukamu makin teramat?” Sisi lain dari egoisme manusia adalah penyalahan atas diri Diri yang telah semena-mena menaruh hati Ha...

Antara Juni dan Juli

Juni mengasihani Juli diberkati Antara keduanya, tak sama dalih Juni merelakan Juli hanya tinggal mengenang Antara keduanya, seharusnya tak lagi menakutkan Juni mengais-ngais Juli tak lagi bengis Antara Juni dan Juli tak lagi patut jadi sebaris