Delusi Waktu

Setelah tertambat mengapa diukir luka dengan teramat?


…….
Teramat bosan dengan kata yang diulang seperti lagi-lagi, namun ternyata cara kerjanya memang begitu.

Lagi-lagi manusia hanya perlu mengasihani diri, perihal yang dirasa, soal yang dimau, tentang apa-apa yang tak lagi bisa menunggu.

Mengasihani diri dengan cara menanyakan hati, apa yang benar-benar tengah ditunggu atau malah sekedar menjadi delusi sekelumit waktu.

Mengerti diri dengan bertanya pada cerminan hati, mengapa tak lepas apa-apa yang kau bilang ikhlas.


Tak perlulah berpura-pura tak ada yang dirasa, duhai diri.
Jika makin tercabik, berontaklah!
Tak apa sehari ini kau lelah dengan isak tangis.
Tak apa siang ini sendumu mengais-ngais.
Tak apa.

Dan pada diri yang sedang ditemani tangis, tanyakan ini.
“mengapa setelah tertambat lukamu makin teramat?”
Sisi lain dari egoisme manusia adalah penyalahan atas diri
Diri yang telah semena-mena menaruh hati
Hati yang tanpa kompromi menjabarkan maunya diri
Dan beberapa alasan, menyudutkan keduanya untuk disalah-salahi

Padahal, tak apa
Sekelumit lukamu bukan mencari yang ingin dikambing hitamkan
Hanya butuh beberapa alasan pembenaran
Membenarkan asa yang semakin jengah
Mengiya dengan menjungjung kata terserah

Sampai akhirnya esok, jangan libatkan kembali perasaan bertubi-tubi itu.
Sebab hati dan dirimu perlu seutuhnya tumbuh tanpa perlu iming-iming yang membuat gerutu.

Jadi, mulai detik ini, tanyai hatimu perihal apa-apa yang dimau. Jangan terlalu riskan mengungkapkan bila tak lagi sepenuhnya kau simpan, tujuannya tak lain, agar saat tertambat lukamu bisa kau rasa dengan khidmat bukan lagi teramat.

Comments

Popular posts from this blog

Ayah.

Pertalian

Untuk Diri serta Duplikatnya