Posts

"Halo" sapamu #2

Akhir-akhir ini ada beberapa hal yang membuatku mencondongkan asa pada setiap ulahmu, pesan singkatmu, bahkan kabar sosial mediamu. Tiga hari berturut-turut lebih dari cukup untuk kamu menarik perhatian dari asaku. Tiga hari berturut-turut telah lebih dari sekedar gila aku dibuatmu. Tahun lalu, aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang sedang sibuk dilanda kegamangan perihal judul, pendahuluan, tinjauan pustaka, isi, kesimpulan serta kawanannya dari penyusunan tugas akhir. Ditengah hiruk pikuk penyusunan yang berujung dengan revisi-revisi lagi, Ku taksir mungkin satu bulan sebelum akhirnya sidang, kamu menanyai kabarku lewat pesan whatsapp. Aku lupa pendahuluannya bagaimana, yang ku tahu, setelahnya malah berlanjut pada tiga hari berturut-turut yang ku jabarkan sebelumnya. Setelah hanya sekedar basa-basi menanyai kabar, berhari-hari kemudian kamu akhirnya mulai memberanikan diri untuk berbicara denganku via panggilan whatsapp, tentunya dengan meminta izin terlebih ...

Kau dengarlah! #1

Bukan karyamu yang ku dengar berulang-ulang, namun lagu yang kau suka pada masa awal debutnya yang berulang kali ku dengar.  Aku ini manusia yang dalam gegap gempita adalah terpenjara dalam gua. Jadi, aku sama sekali tak tahu dengan karya luar biasa itu, kau sebagai manusia yang tidak ketinggalan zaman pada dunia permusikan memberitahukan aku. "Kau dengarlah!" perintahmu begitu Sambil menatap layar gadget yang didalamnya ada dirimu dengan seksama, aku diam-diam tenggelam dalam alunannya. Itulah awal mulanya!  Awal mula aku terlalu percaya diri bahwa engkau menaruh hati. Awal mula aku meyakini mulai terjerat dalam asa yang harapnya kuamin i.

Tidak Baik-Baik Saja

Dibawah langit Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja. Aku menulis ini sebab sendu dengan yang tengah kita rasa, pandemik yang semakin hari semakin pelik belum juga usai. Apa-apa yang awalnya sekedar himbauan hari ini menjadi tegas untuk dilakukan. Yang mulanya dirumah saja hanya diberlakukan dua pekan kini diperpanjang sampai waktu yang tidak dapat ditentukan. Belajar terhalang, jualan terhambat, kerja menjadi sulit, rencana jadi wacana, penantian makin tertunta, hingga apa-apa yang biasa menjadi langka. Tuhan, selesaikan tugas pandemik ini dengan segera Kami ingin memulai Ramadhan dengan kembali ceria Menyambut hangat gema-gema adzan didalamnya Menanti tarawih yang ingin kami kerjaan bersama-sama dan menyambut gema takbir penuh suka cita.

Sekedar Tamu

Image
Hari ini tempatku berada banjir air mata Semesta berhasil mengejutkan kita Tak beri aba Tak beri kami jeda Semesta berhasil memporak poranda Hari ini kami memaksa melepas Walau berkali-kali menghela napas mencoba mengikhlas Namun tetap saja, waktu tak pernah mau tahu Padahal bait-bait sahdu belum selesai beradu Ohiya, setelah lama bersatu kami luput jika kami sekedar tamu Sampai pada penghujung waktu Kami hanya saling mengucap "Jangan sendu!" "Sedih ini akan berlalu" Pun jua "Kami akan kembali bertemu" Mesti tahu ucapan itu sekedar penghibur kelu  Kalideres, 23 Maret 2020

Terlalu Dini

Hari ini berbeda Disini tak sekalipun sama Tak pula punya isi untuk bicara Itu-itu saja Hatimu kepalang mati bukan? Bobotmu kepalang membuat bosan Ayolah berhenti.. Bumi tak hanya seluas pelupuk matamu Tak nampak bukan berarti berhenti Biarkan saja semestinya Tugas kita hanya menyambut sisanya lalu menyiapkannya Ayolah berhenti... Kita sebatas manusia, kehendak-Nya tak selalu bisa dijamah Bukankah janji Tuhan ialah pasti? Jadi mengapa engkau berkehendak terlalu dini, duhai diri?

Kadar

Hari ini ada yang sudah satu minggu meninggalkan dan juga ditinggalkan. Beberapa yang tertinggal menangis tersedu sedan dan beberapa yang meninggalkan tak semua niatnya untuk ingkar. Yang tertinggal tak tahu seberapa banyak rasa yang perlu dikerahkan untuk meninggalkan. Begitupun yang meninggalkan tak tahu seberapa banyak asa yang menyesakan. Keduanya adalah soal sudut pandang. Sesekali manusia pernah punya satu alasan untuk saling mencampakan, entah alasan yang dapat diterima atau sekalipun alasan yang sulit dicerna. Kita sama-sama merasa saat sudut pandang tepat dikira. Yang terpasti jangan menjadi korban yang banyak mengatasnamakan luka, sebab manusia punya masa kadaluarsanya, entah bahagia maupun lukanya. 

Diam yang Kita Buat

Aku mendikte takdir Melurus-luruskan garis yang semesta saja melihatnya samar Lima musim saling berjabat Ya berjabat, sekedar berjabat, bukan saling menggenggam Lima musim bertalu-talu Aku makin pesimistik dan engkau semakin malas menjamah Kita saling diam merayakan yang belum dapat dijabarkan Kunanti kabar, namun tak kunjung datang dan kau masih termangu pada pikiran yang menyudutkan Sementara itu, waktu meyodorkan aku untuk cepat berlalu Menghapusmu atau mempertegas perkenalan ini Sungguh, waktu terlalu kejam menghapus jejak-jejakmu Menyisakan hanya sendu dalam pikiranku Begitupun dengan engkau, tidakkah ingin bertanya tentang apa gerangan? Tidakkah hatimu meledak-ledak atas diamnya seseorang? Tidakkah berniat mencuri waktu sekedar melayangkan tanya, kenapa? Tidakkah ingin menyembunyikan jarak yang terlanjur terlihat? Aku benci... Benci pada diri sendiri yang lantas tak dapat melontarkan pertanyaan-pertanyaan itu Hingga baru ku ketahui, jarak yang terlanjur ...