Diam yang Kita Buat

Aku mendikte takdir
Melurus-luruskan garis yang semesta saja melihatnya samar
Lima musim saling berjabat
Ya berjabat, sekedar berjabat, bukan saling menggenggam

Lima musim bertalu-talu
Aku makin pesimistik
dan engkau semakin malas menjamah
Kita saling diam merayakan yang belum dapat dijabarkan

Kunanti kabar, namun tak kunjung datang
dan kau masih termangu pada pikiran yang menyudutkan
Sementara itu, waktu meyodorkan aku untuk cepat berlalu
Menghapusmu atau mempertegas perkenalan ini

Sungguh, waktu terlalu kejam menghapus jejak-jejakmu
Menyisakan hanya sendu dalam pikiranku
Begitupun dengan engkau, tidakkah ingin bertanya tentang apa gerangan?
Tidakkah hatimu meledak-ledak atas diamnya seseorang?
Tidakkah berniat mencuri waktu sekedar melayangkan tanya, kenapa?
Tidakkah ingin menyembunyikan jarak yang terlanjur terlihat?

Aku benci...
Benci pada diri sendiri yang lantas tak dapat melontarkan pertanyaan-pertanyaan itu

Hingga baru ku ketahui, jarak yang terlanjur terlihat adalah akibat diam yang kita buat. 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ayah.

Pertalian

Untuk Diri serta Duplikatnya