Posts

Kadar

Hari ini ada yang sudah satu minggu meninggalkan dan juga ditinggalkan. Beberapa yang tertinggal menangis tersedu sedan dan beberapa yang meninggalkan tak semua niatnya untuk ingkar. Yang tertinggal tak tahu seberapa banyak rasa yang perlu dikerahkan untuk meninggalkan. Begitupun yang meninggalkan tak tahu seberapa banyak asa yang menyesakan. Keduanya adalah soal sudut pandang. Sesekali manusia pernah punya satu alasan untuk saling mencampakan, entah alasan yang dapat diterima atau sekalipun alasan yang sulit dicerna. Kita sama-sama merasa saat sudut pandang tepat dikira. Yang terpasti jangan menjadi korban yang banyak mengatasnamakan luka, sebab manusia punya masa kadaluarsanya, entah bahagia maupun lukanya. 

Diam yang Kita Buat

Aku mendikte takdir Melurus-luruskan garis yang semesta saja melihatnya samar Lima musim saling berjabat Ya berjabat, sekedar berjabat, bukan saling menggenggam Lima musim bertalu-talu Aku makin pesimistik dan engkau semakin malas menjamah Kita saling diam merayakan yang belum dapat dijabarkan Kunanti kabar, namun tak kunjung datang dan kau masih termangu pada pikiran yang menyudutkan Sementara itu, waktu meyodorkan aku untuk cepat berlalu Menghapusmu atau mempertegas perkenalan ini Sungguh, waktu terlalu kejam menghapus jejak-jejakmu Menyisakan hanya sendu dalam pikiranku Begitupun dengan engkau, tidakkah ingin bertanya tentang apa gerangan? Tidakkah hatimu meledak-ledak atas diamnya seseorang? Tidakkah berniat mencuri waktu sekedar melayangkan tanya, kenapa? Tidakkah ingin menyembunyikan jarak yang terlanjur terlihat? Aku benci... Benci pada diri sendiri yang lantas tak dapat melontarkan pertanyaan-pertanyaan itu Hingga baru ku ketahui, jarak yang terlanjur ...

Download Rindu

Telah beberapa lama aku mengabaikan file yang bertuliskan ‘ download ’ pada laman komputerku. Hari ini tak sengaja ku buka, aku memeriksa dan menelusurnya. Satu per satu aku klik untuk memperjelas gambarnya. saat kemudian muncul swafoto kita, aku tertegun. “ Rindu ” bilangku spontan dalam hati. Bersamaan dengan itu, mataku meresponnya dengan berkaca-kaca.

Permainan Manusia

Aku terkatung-katung dilingkar waktu Analisa-analisa sekedar kata Mata teduh, jiwa ambisi Orang-orang awam sepertiku makin tertipu Aku menghela napas Lagi-lagi menghela Aku ampun mendengar kabar dibalik sampul Tindas menindas adalah lumrah Manis tutur Anggun bahasa Nyatanya racun tepat diujung lidah Tuhan, aku bosan dengan permainan manusia Tak apa aku tak tahu huru-hara Asal badanku kelak tak dihisab terlalu lama

Sudah yak!

Image
6 November 2019 Jauh sebelum kejadian itu kembali terulang, aku telah maklum pada dosamu yang itu-itu lagi. Aku harap sementara ini kau buat jeda. Tak perlu tanya aku dimana, bahkan tak usah lagi menjunjungkan maaf apalagi jika kebetulan kita bersua. Sebab aku ulangi, aku telah maklum. Telah hatam pada dosamu yang bahkan aku yakini kedepannya akan terjadi lagi. Aku bukan marah atau bahkan membenci. Aku hanya sedang kecewa pada diri dan sedang mencoba membaca situasi. Pada kenyataannya saat kemarin, aku yang bodoh. Berpikir pendek, lantas ceroboh untuk sekedar menaruh harap. Jadi, tak perlulah menyapaku berlebih di whatsapp . Tak perlu merendah. Tak perlu lagi membujuk dengan kata-katamu yang manis. Tak perlu membumbui statusmu seolah kau masih menyesali. Sudah yak, kita seharusnya berhenti peduli pada apa-apa yang menguras energi, Termasuk kejadian yang kemarin pagi. Namun pada kesempatan ini aku hanya ingin mewanti, jika kelak kau temui wanita yang amat men...

Seberapa Luka yang Bisa Ku Terima

Jangankan dirumahmu, dirumahku saja sama sepinya. Jika kasarnya ibu dan bapakku seorang penuntut, mereka pasti akan secara terang-terangan meminta seorang penghuni baru pada anak-anaknya. Apalagi pada abangku, yang notabene sudah dapat dikatakan mampu untuk menjalin ikatan pernikahan. Ah tapi aku tahu, pun aku bukan ingin mencibirmu. Usia kita sama. Sama-sama sedang menjalani peranan sebagai manusia berkepala dua. Namun sayangnya, usia hanya soal angka. Yang terlihat darimu adalah beribu-ribu persembunyian luka. Namun kumohon, opinimu jangan terlalu dibawa asa. Aku baru memulainya, jangan membuat aku goyah dengan apa yang saat ini aku terima. Sebab aku ingin tahu, seberapa luka yang bisa ku terima dan menjalaninya persis seperti yang telah kau jalani sebelumnya. Sebelum akhirnya kau memilih memutarkan paradigma untuk kembali merangkai semua seperti semula. Jadi kumohon, semangati saja orang-orang yang tengah berani mengambil langkah.

Rindu Kepulangan

Sabtu pukul dini hari saat bus melaju dan saat teman disebelahku pulas menikmati perjalanan lewat tidurnya, aku hanya tertegun. Mataku menembus pandang pada jendela yang gordengnya sengaja dikibakkan. Kosong. Jasadku hendak kemana, begitupun pikirku berpendar kemana-kemana. Ini awalnya, saat bersiap mengemas barang sekenanya untuk pergi, aku dikirimi pesan singkat dari lelaki yang amat mencintaiku. Bapak, yaa lelaki itu Bapak. Begini bunyinya " Kata Ibumu, akankah pulang sabtu ini? "  k urang lebih begitu isi pesannya. Aku membalasnya tanpa pamit hendak akan kemana. Aku hanya beralasan yang ujungnya takku terima balasan sepanjang perjalanan. Sebab itu aku kalut, sabtu dini hari itu ialah saat rasa sedang digoyahkan. Kilasan bayang-bayang menyeruak menjadi layar yang memunculkan nalar seolah menyuarakan jikalau aku rindu. Rindu pada kepulangan.