Posts

Ceritakan Padaku!

Dipanggilah Ia oleh seorang Bapak, “Nak” katanya. Lelaki yang kamu sebut Bapak lama mencerna, mendelik-delik mata tengah menjabarkan kata. Beliau terlampau bingung menjabarkan kenyataan pada anak gadisnya. Gadis lucu sekaligus lugu pada masanya. Padahal gadis itu telah menjelma sebagai manusia kepala dua, namun Bapak tak serta merta membuatnya iba.   “ada apa?” tanyamu seketika. Bapak masih saja mengap-mengap, tak kunjung diterima apa-apa yang pas untuk buka suara. Lantas kamu ikut diam menerka-nerka. Ada apa? Ada apa? Katamu mengulang tanya tanpa suara. Lama waktu berlalu, Bapak menepi jarak pada kursimu. Tangan besarnya kini mengusap-usap rambutmu, lembut dengan kasih sayangnya yang penuh. Lalu perlahan Bapak berkata , “Nak, apa-apa yang tidak lagi bisa kau ceritakan pada Ibu, ceritakanlah padaku!”

Delusi Waktu

Image
Setelah tertambat mengapa diukir luka dengan teramat? ……. Teramat bosan dengan kata yang diulang seperti lagi-lagi, namun ternyata cara kerjanya memang begitu. Lagi-lagi manusia hanya perlu mengasihani diri, perihal yang dirasa, soal yang dimau, tentang apa-apa yang tak lagi bisa menunggu. Mengasihani diri dengan cara menanyakan hati, apa yang benar-benar tengah ditunggu atau malah sekedar menjadi delusi sekelumit waktu. Mengerti diri dengan bertanya pada cerminan hati, mengapa tak lepas apa-apa yang kau bilang ikhlas. Tak perlulah berpura-pura tak ada yang dirasa, duhai diri. Jika makin tercabik, berontaklah! Tak apa sehari ini kau lelah dengan isak tangis. Tak apa siang ini sendumu mengais-ngais. Tak apa. Dan pada diri yang sedang ditemani tangis, tanyakan ini. “mengapa setelah tertambat lukamu makin teramat?” Sisi lain dari egoisme manusia adalah penyalahan atas diri Diri yang telah semena-mena menaruh hati Ha...

Antara Juni dan Juli

Juni mengasihani Juli diberkati Antara keduanya, tak sama dalih Juni merelakan Juli hanya tinggal mengenang Antara keduanya, seharusnya tak lagi menakutkan Juni mengais-ngais Juli tak lagi bengis Antara Juni dan Juli tak lagi patut jadi sebaris

Ayah.

Image
Beliau ayahku, foto ini adalah foto pertamaku dengannya yang hanya berdua saja. Beliau berasal dari Suku Sunda. Usia Beliau telah lewat dari setengah abad, dan Ia adalah seorang ayah dari ketiga anaknya. Dan aku merupakan salah satu dari ketiganya, atau bisa juga dikategorikan sebagai anak tunggal perempuannya. Kubenarkan kata-kata manusia yang berceloteh jikalau "anak perempuan akan lebih condong pada ayahnya". Ya, kebenarannya begitu, terkhusus untuk diriku sendiri. Aku cenderung banyak bicara padanya, bertukar pesan secara tersirat lewat candanya, menukar cemas dengan lukisan tawanya, hingga mengelabui lelah dengan guyonan-guyonannyah. Ya, itulah Ayah. Lelaki amat perasa pada apa-apa yang salah atas diri adalah Ia. Beliau cinta pertama anak perempuannya. Yang mendadak marah saat hal-hal yang dilarangnya tak diserap dengan mengiya. Yang mengganti raut wajahnya saat aku meluruskan pandangnya. Yang menentang sesuatu yang mulai mustahil untuk...

Diskusi Pendewasaan Diri

Pada akhirnya dewasa dipelajari, pemahaman ditumbuhkan, dan ikhlas ditanamkan. Terima kasih untuk penyelesaian tanpa pertikaian, untuk segala yang tumbuh namun tak lantas ditumbangkan, untuk patah yang berbeda sudut pandang. Terima kasih untuk turut andil dalam diskusi pendewasaan diri. Tujuannya bukan menjarak, hanya untuk menjeda agar semestinya tumbuh tak lagi mudarat. Walau setelahnya belum tentu melebur dengan delusi yang telah diatur, namun sepatutnya doa-doa tak boleh luntur. Walau banyak tapi-tapi yang ditakut, namun semoga tak menghilangkan indahnya dari sesuatu yang dimaksud. Kalideres, 3 Juni 2020

Terima Kasih..

Semesta tak lagi sama Aku tak lagi diterimanya dengan lapang dada Jelmaanku hanya sekelumit penghibur saat dunianya tak ada Aku bak peserta kompetisi tanpa prestasi apa-apa dimatanya Aku ragu, lalu nekat, namun tercekat Aku menunggu, lalu berdamai, namun tak lagi tentram Aku khawatir, lalu bertanya-tanya, namun tak lagi mendapat jawab Terima kasih telah meredupkan harap Terima kasih telah menyemangati walau sebatas kemarin hari Terima kasih atas cemas yang tak lagi ditumbuhkan dengan deras Terima kasih atas tawa yang telah dibagi meski sebatas basa-basi Terima kasih..

Asing.

Gema takbir mendayu-dayu dari surau ke surau, macam-macam suara tabuhan beduk mengiringi.  Namun hari raya ini amat asing, Ma!  Aku-kamu terkungkung batas yang tak boleh dilintas Aku-kamu pada negri antahberantah, menjamu yang tak akan bertamu Hari raya ini amat berbeda, Ma!  Namun, meski berjarak semoga tak akan hilang setitikpun hidmat atas permintaan maaf Begitupun semoga tak akan berkurang sukur kita atas segala nikmat Dan semoga pandemik ini berakhir dengan cepat Agar aku-kamu-kita kembali meraih kemenangan dengan selamat. Minal Aidhin Walfaidzin Mohon Maaf Lahir & Batin Yusliani as & keluarga