Ayah.




Beliau ayahku, foto ini adalah foto pertamaku dengannya yang hanya berdua saja.
Beliau berasal dari Suku Sunda.
Usia Beliau telah lewat dari setengah abad, dan Ia adalah seorang ayah dari ketiga anaknya. Dan aku merupakan salah satu dari ketiganya, atau bisa juga dikategorikan sebagai anak tunggal perempuannya.

Kubenarkan kata-kata manusia yang berceloteh jikalau "anak perempuan akan lebih condong pada ayahnya". Ya, kebenarannya begitu, terkhusus untuk diriku sendiri.


Aku cenderung banyak bicara padanya, bertukar pesan secara tersirat lewat candanya, menukar cemas dengan lukisan tawanya, hingga mengelabui lelah dengan guyonan-guyonannyah. Ya, itulah Ayah.


Lelaki amat perasa pada apa-apa yang salah atas diri adalah Ia. Beliau cinta pertama anak perempuannya. Yang mendadak marah saat hal-hal yang dilarangnya tak diserap dengan mengiya. Yang mengganti raut wajahnya saat aku meluruskan pandangnya. Yang menentang sesuatu yang mulai mustahil untukku jamah.


Ayah, tak sebanding apa-apa yang aku perjuangkan untuk kita —Ayah & Ibu—.
Aku hanya bercerita omong kosong yang realitanya belum kupenuhi seutuhnya.
Sikapku baru sebatas janji yang belum terealisi.
Tindakanku bahkan belum patut disebut sebagai manusia yang mengabdi kepadamu.

Namun, untuk hari ini. Aku ingin mengutarakan beribu-ribu terima kasih untuk Ayah.
Pun jua tak luput kuhaturkan kata selamat.
Selamat untuk usia yang tak lagi muda, untuk raut yang mulai menua, untuk sikap yang telah rela melepaskan ketiganya, dan untuk segala apa-apa yang diperbuat untuk kita. 
Terima kasih, Ayah. 
Terima kasih.
Biglove💙


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pertalian

Untuk Diri serta Duplikatnya