Lusuh

Sepulang kerja sore tadi dan saat melewati padatnya kendaraan serta manusia di rel kereta, saya melihat seorang lelaki paruh baya yang juga tengah menunggu kereta melintas. Bapak tersebut terlihat repot membawa tiga karung yang berisi. Terlihat kumuh dan lusuh baju yang dikenakannya. Kulit tangan dan mukanya yang tak terbalut kain atau semacamnya terlihat legam dan kusam. Setelah saya melintas didekatnya, saya tahu jika bapak tersebut adalah seorang pemulung. 

Saat manusia bermotor dan bermobil berbondong-bondong untuk segera melajukan kendaraannya, dan saat manusia tak berkendara sibuk mencari celah untuk cepat melewati jalan tersebut. Saya tahu persisnya, betapa menyebalkan sesuatu yang menghalangi jalan kita dari melangkah, namun bukankah menghargai orang lain masih seharusnya dilambungkan daripada melampiaskan rasa kesal? 

Ya, saat melewati seorang bapak pemulung itu, disisi jalan lainnya seorang lelaki paruh baya pula dengan motornya berlagak. Diteriaki dan dituduhnya si bapak pemulung tersebut sebagai penyebab lain dari padatnya jalan sore tadi. Yang lagi-lagi tidak habis pikir adalah jika saja seorang lelaki lusuh tersebut adalah manusia terkenal dan berpengaruh, apakah reaksi seorang bapak bermotornya tersebut akan seperti itu? Jika tidak, pendidikan dan pengalamannya adalah kegagalan semata.

Kalideres, 29 Maret 2022

Comments

Popular posts from this blog

Ayah.

Pertalian

Untuk Diri serta Duplikatnya