Denial

Belakangan ini namamu sering sekali saya sebut. Tanpa sadar jika mengalami benturan keras dikepala, sepertinya namamu masih akan lekat.

Perumpamaan yang terlalu klise bukan?

Saya tidak pernah benar-benar terlintas mengenai begitu tajam dirimu menghujamkan asa.

Menyeret namanya keluar dari zona nyaman dalam diri saya.

Awalnya saya pikir dirimu terlalu sekehendak, maka saya serahkan stigma dengan kata "Suka-sukalah!".

Peranan waktu dan pribadi yang open mind ternyata membawa ini terlalu dalam.

Kata tak mungkin dan diri yang denial menjadi begitu kerap saya pertanyakan.

"Apa yang salah dari saya?" atau "besok mungkin akan segera reda".

Tapi, semakin hari malah semakin haus saya akan kabar darimu.

Peristiwa ini berangsur-angsur membuat gila tanpa lagi jeda.


Comments

Popular posts from this blog

Ayah.

Pertalian

Untuk Diri serta Duplikatnya