Beliau ayahku, foto ini adalah foto pertamaku dengannya yang hanya berdua saja. Beliau berasal dari Suku Sunda. Usia Beliau telah lewat dari setengah abad, dan Ia adalah seorang ayah dari ketiga anaknya. Dan aku merupakan salah satu dari ketiganya, atau bisa juga dikategorikan sebagai anak tunggal perempuannya. Kubenarkan kata-kata manusia yang berceloteh jikalau "anak perempuan akan lebih condong pada ayahnya". Ya, kebenarannya begitu, terkhusus untuk diriku sendiri. Aku cenderung banyak bicara padanya, bertukar pesan secara tersirat lewat candanya, menukar cemas dengan lukisan tawanya, hingga mengelabui lelah dengan guyonan-guyonannyah. Ya, itulah Ayah. Lelaki amat perasa pada apa-apa yang salah atas diri adalah Ia. Beliau cinta pertama anak perempuannya. Yang mendadak marah saat hal-hal yang dilarangnya tak diserap dengan mengiya. Yang mengganti raut wajahnya saat aku meluruskan pandangnya. Yang menentang sesuatu yang mulai mustahil untuk...
Sudah lima bulan lalu cincin ini telah melingkar pada jari manis kanan saya. Lima bulan itu saya resmi menggandeng gelar sebagai seorang istri, tepatnya sejak 17 November 2024. Dua gram mas dan enam ribu bath adalah mahar saat itu. Barulah hari ini saya hendak menjabarkan detailnya, perasa seorang saya saat menghadapi pertalian. Semalaman saya tidur dengan nyenyak H-beberapa jam acara dimulai, nyeyak sekali, sampai akhirnya bangun saat beberapa menit lagi akan berkumandang adzan subuh. Tidak ada teman yang menemani sedari kemarin dan tidak ada perayaan bridal shower atau perayaan hari akhir melepas kelajangan. Hari yang ditentukan berjalan lancar sebab doa-doa dari yang tersayang. Keluarga, rekan, maupun teman-teman yang sengaja dilibatkan kehadirannya maupun tenaganya. Hanya saja ada satu kalimat pertanyaan yang mungkin hampir seratus kali saya layangkan pada lelaki disamping tempat duduk pelaminan itu. "kita ngapain sih?!" dengan nada berseri, "kita ngapain sih?!...
Tulisan ini saya tuju pada diri serta pada duplikatnya nanti saat menghadapi hari-hari sukar dimasa depan. Terbawa suasana dari menonton drama ' lovely runner ' dengan cerita seseorang melakukan time traveler dan bertujuan untuk memperbaiki masa lalu, yaitu menghindari kecelakaan yang mengakibatkan cacat, bahkan mencegah kematian seseorang. Cukup menarik bukan?! Namun hal baik itu sekedar karangan dari sutradaranya. Sebab faktanya, pada sesuatu yang telah menuai taburannya, dan pada sesuatu yang telah diterima konsekuensinya, adalah sebab akibat yang tak terpisahkan dan terelakkan dari perbuatan saat ini. Berandai sejenak jika saja saya mendapatkan kesempatan untuk ' time traveler ', jika mendapati pertanyaan "hal apa yang ingin saya ubah?!" dan dengan sumringah juga tegas saya menjawab "tidak!". Biarkan segala sesuatu pada tempatnya, sebab saya menjalaninya dengan sadar. Begitupun dengan memilih untuk menikahi seseorang atau mungkin menjadi ibu...
Comments
Post a Comment