Lekas Pulih

Beberapa hari lalu saya menangisi nasib ibu sebagai sosok istri. Rumah tangga seumur jagung ini dibanding-banding dengan yang telah berlangsung tiga puluh satu tahun itu. Saya menangis sejadi-jadinya, bagaimana dalam prosesnya seorang wanita dua puluh enam tahun itu tumbuh sebagai istri sekaligus ibu hebat dengan berbagai kekurangan dalam rumahnya. Surut pasang finansial, surut pasang godaan, surut pasang emosional, surut pasang cobaan, surut pasang amarah, surut pasang pesakitan, surut pasang kesedihan, surut pasang acuh tak acuh, surut pasang rasa kalut. Bahkan pada lanjut usianya, ada hal yang saya sembunyikan demi menjaganya tetap merasa utuh dalam rumah itu.

Enam bulan berlalu bersama lelaki pilihan saya, saya malah semakin kagum dan bangga dengan perempuan cantik itu. Kau tahu kenapa? Enam bulan menjalani rutinitas singgah dari rumah ke rumah adalah hal melelahkan dari awal perjalanan rumah tangga setengah ldr ini. Hal lainnya adalah cuci baju yang tak kalah melelahkan, bertemu rutinitas itu dalam dua kali seminggu adalah paling memuakkan. Namun nyatanya, ibu yang dilabeli sebagai ibu rumah tangga tanpa ART tersebut telah menjalani hari-hari lelah itu selama tiga puluh satu tahun pada Juli 2025 ini. Saya terharu.

Beribu maaf untuk ibu yang tidak pernah sepenuhnya menerima itu. Beribu terima kasih yang masih tak cukup kami ucap. Morat marit penghidupan dengan lelaki yang kini saya cap patriarki, semoga tak begitu dalam luka atas segala sumpah serapah pada puncak amarahnya, luka atas rasa tengkungkung dari yang katanya rumah, luka atas segala celah dosa yang disengaja. 

Meski begitu, tiga puluh satu tahun, segala cerita utuhnya rasa-rasanya hanya bisa dimaknai oleh keduanya, ibu-bapak. Doa untuk bapak masih tetap lekas sembuh, begitupun dengan ibu, lekas pulih dan kembali utuh atas dirimu sendiri ya, bukan untuk kita (anak-anaknya) apalagi bapak.




Kalideres, 28 Juli 2025

Comments

Popular posts from this blog

Ayah.

Pertalian

Untuk Diri serta Duplikatnya