Bekal Makan Siang

Belakangan ini, setelah tak lagi menjalani hidup dibawah atap yang sama bersama kedua orang tua, saya cenderung lebih peka dalam mengkatagorikan makanan "enak" dan "tidak enak".
Selama 21 tahun tak pernah terlewat barang satu haripun untuk mengonsumsi masakan ibu.
Sarapan dengan masakannya, kotak bekal makan siang diisi makanan olahannya, dan makan malam tak pernah ayah membelikan sekedar lauk pauk diperjalanan pulangnya. Yang pada akhirnya, makan malam dengan masakan ibu adalah seharusnya.

Meski setiap hari membawa kotak bekal makan siang berisi masakan yang dibuat ibu, namun lebih seringnya saya membukanya dengan rasa malas dan tidak terlihat excited. Sebab, sekalipun tak melihatnya sedari awal apa yang dimasukkannya, saya sudah bisa menebak hanya sekedar dengan mengurutkan hari.
Senin umumnya nasi goreng, jika saya tak mengeluhkan soal menu sampai pada hari kamis, jumat masih saja nasi goreng didalamnya hanya saja warnanya yang berbeda, bisa jadi warna pucat pasi atau jika sedang beruntung nasi goreng berbumbu kuning. 

Mengapa nasi goreng berbumbu kuning saya sebut beruntung? Bukan karna yang terbaik juga, tapi masih lebih baik daripada sekedar telur mata sapi tanpa taburan bumbu sedikitpun dan ditambah ibu lupa memasukkan sebungkus kecil kecap atau saus sebagai penyedap rasa. Jika begitu, saya harus merogoh kocek uang saku yang hanya cukup untuk ongkos pulang. Menyebalkan!

Sebenarnya masakan ibu bukan tidak semenarik itu, tapi kau tahu bukan istilahnya "Saat setiap hari bersama seseorang yang sama, perubahannya tak akan terlihat". Saya yakini, perubahan masakan ibu tidak saya rasakan saat setiap hari memakannya. Maka dari itu, 21 tahun itu, setiap makanan apapun yang saya makan selain dari yang dibuat tangannya, saya kategorikan "enak" hanya karna saya tidak menemukannya setiap hari.

Setelah beberapa tahun di tanah rantau, dan sudah sangat jarang memakan masakan rumah. Jika saat kebetulan sedang pulang, kadang ibu menyuruh saya untuk membeli lauk pauk sekedar untuk saya makan karna ibu tidak sempat memasak. Namun kau tahu kawan? Respon saya mendengarnya adalah kecewa. Kecewa mengapa pulang saat ibu tak sempat memasak. Kecewa karna berekspektasi ibu akan menyajikan makanan hangat yang baru saja matang dari kompornya. 

Lucu ya. Saat 21 tahun tak mengerti letak perubahan rasa makanannya, namun ternyata cukup hanya dengan 1-2 tahun tak memakannya lagi, saya rindu memakan masakannya. Belakangan ini saya tersadar, bukan hanya sekedar soal rasa makanan yang "enak" namun juga momen tulus yang ibu ciptakan dengan memilih bangun lebih awal untuk menyiapkan makanannya adalah terbaik.



Kalideres, 14 April 2023


Comments

Popular posts from this blog

Ayah.

Pertalian

Untuk Diri serta Duplikatnya